Monday, March 10, 2014

Euro Trip: Good Boy Go Bad

Tulisan ini hanya bersifat cerita, bukan saran, tips ataupun trik yang dapat dilakukan. Saya pribadi tidak menganjurkan. Segala tindakan yang dilakukan setelah membaca tulisan ini, adalah atas kesadaran anda pribadi. Risiko dan sangsi yang muncul adalah tanggung jawab anda pribadi. Kenapa? Karena keberuntungan seseorang itu berbeda, tidak pernah sama.. Ha3x..

1st CLASS CABIN

Urusan mass transport, negara - negara uni eropa adalah jagonya. Saking banyaknya rute, saya memerlukan waktu untuk memahami jenis, interchange, dan bahkan pintu masuk dan keluar stasiun dan terminalnya. Agar tidak kesulitan, membeli daily ticket (one day pass) yang bebas rute adalah jurus ampuh. Karena mahal, cara ini akan sesuai jika kita memang ingin melakukan banyak eksplorasi dalam sehari itu.

Satu yang menjengkelkan, di beberapa negara mesin tiket MRT/subway hanya menerima pembayaran  debit & credit card lokal, contohnya adalah di Belgia. Mesin tiket hanya menerima kartu,  jika ingin memberli cash, silahkan mengantri di loket pembayaran. Awalnya hal ini tidak menjadi masalah buat saya. Kejadiaan naas, ketika harus kembali dari Brussel Central ke apartemen host saya di Mechelen, saya harus menelan pil pahit. Semua ticket counter tutup jam 10 malam, sedangkan saat itu saya berada di stasiun jam 11 malam. Setelah sms ke Fred, host saya, dengan nekad saya menaiki kereta tanpa membeli tiket.. Mau gimana lagi coba?

tiket yang ditilep
Saya yang pucat pasi antara jetlag, kedinginan, kelaparan dan ketakutan, terpaksa berdiri bergelantungan karena kereta memang penuh sesak. Saya terus berdoa, semoga tidak ada pemeriksaan tiket atau petugas yang lewat. Malang tak dapat ditolak, setelah berhenti dan menurunkan banyak penumpang di Brussel Nord, terlihat seorang petugas dengan tongkat bulatnya.. Wajah saya makin pucat, dan segera saya memikirkan alasan apa yang akan saya utarakan.. Sempat terpikir, untuk pura - pura tersasar atau tak tahu arah, tapi saya urungkan..

Akhirnya, begitu petugas menghampiri, saya langsung mengulurkan uang 10 euro, dan si petugas hanya tersenyum dan memutar tongkatnya.. Saya pikir akan dipukul, ternyata si bapak membuka penutup samping di tongkat itu.. Merobek kertas tiket dan mengembalikan uang receh 6.5 euro. "For you, it's no problem.. Yo can move to 1st class cabin. You can sit there.." Langsung saja wajah saya cerah ceria. Selain tidak di denda, saya dipersilahkan menikmati kenyamanan kursi di kabin kelas satu.. Ha3x...

TICKET FOR FREE

Urusan tiket city tour memang cukup menyulitkan perjalanan saya. Itenerary yang terlalu padat membuat saya hanya punya waktu singkat untuk mempelajari rute dan sistem transportasinya (12 hari di 7 kota). Meskipun sudah mempelajari dari berbagai travel blog dan buku panduan, penyakit saya adalah buta peta, alias sering nyasar. Lebih parahnya, sistem mass transport akan berbeda di tiap  negara, bahkan berbeda antar kota dalam satu negara.

Kebingungan akan perbedaan tranportasi umum ini saya alami pertama kali di Milan. Berbekal panduan untuk menuju hostel yang saya terima melalui email, saya mencari halte pemberhentian Tram. Setelah tanya petugas dan penduduk lokal, saya sudah berdiri di salah satu halte di Via Vitruvio. Tempat pemberhentian ini berada di tengah dua jalan besar, dan para calon penumpang berdiri dengan berjajar rapi. Saat itu, saya berpikir tiket dapat dibeli di sopir (gak ada kondektur).

jangan sampai berurusan
Begitu tram lewat, saya yang segera naik. Loh, kok driver nya diam saja dan tidak menarik karcis.. Tetap saya berpikiran positif, mungkin ada kondektur yang narikin ongkos (ala metromini). Begitu duduk, saya segera turun dari Tram.. Yup, saya salah pilih, Tram berjalan ke arah lain, alias kebalik. Terpaksa saya harus menyeberang beberapa lampu merah untuk pindah ke sisi lain yang lumayan jauh..

Akhirnya setela mendapat Tram yang benar, saya bisa duduk santai di kabin yang terbuat dari kayu ini. Dengan berjalan lambat, sumpah kayak busway, Tram sampai di halte tujuan.. Saya yang belum membayar, segera saja turun dan merasa menang.. Ahaa, kondekturnya tidak menarik ongkos.. Selidik punya selidik, Tram di Milan bersifat langganan atau membership.. Untuk tourist, Tram akan gratis jika kita mempunyai tiket Metro/MRT dengan jangka waktu 1.5 jam setelah penggunaan. Sisa perjalanan saya di Milan, saya habiskan dengan naik Tram gratis, sayang rute Tram tidak menjangkau seluruh kota dan saya tidak menemukan peta..

Namun, kenakalan terbesar saya di Eropa untuk urusan tiket adalah di Roma. Rata - rata, stasiun MRT di Roma tidak menyediakan kounter tiket.. Saya yang mencoba berhemat, menikmati kota ini dengan berjalan kaki. Maklum, banyak obyek menarik yang bisa dilihat, akan ribet jika mesti naik turun MRT atau bus. Untuk tiket MRT, saya biasanya hanya membeli single pass di kios koran di stasiun MRT, 1.5 Euro untuk sekali pakai.

Setelah seharian puas menikmati Vatican, saya berbegas menuju Stasiun Ottaviano. Setelah celingak celinguk mencari kios penjual tiket, saya tidak menemukan sama sekali. Karena sudah sampai di depan portal masuk, dan saya melihat kereta pas datang.. Saya kepikiran untuk masuk saja tanpa membayar tiket. Dalam pikiran saya, kalo ada petugas kan bisa bayar diatas, seperti di Brussel. Setelah memastikan tidak terlihat CCTV, saya segera masuk melalui gate untuk pengguna kursi roda, yang mana tidak perlu memasukkan tiket untuk membuka portal. Untungnya, kereta saat itu penus sesak sehingga saya selamat ke tujuan tanpa membayar tiket.. Catatan: gate keluar stasiun di Roma tidak mengharuskan memasukkan tiket untuk membuka portal..


SMOKING

Larangan merokok di ruang publik memang belum sepenuhnya diterapkan di Uni Eropa. Namun, di Belgia, Perancis dan Italia, larangan ini sudah diberlakukan sejak 2011. Bahkan tempat makan dan bar sudah tidak diperbolehkan mempunyai ruangan merokok. Lalu, bagaimana jika kita ingin merokok? Bagi perokok berat, yang tidak bisa menahan hasrat, silahkan repot - repot keluar ruangan dan menghisap. Setelah selesai, silahkan masuk kembali ke tempat nongkrong anda. Repot memang, namun aturan ini cukup adil bagi anda yang tidak mau jadi perokok pasif..

Saat makan malam di Verona, saya dan host saya-Giuseppe harus mondar - mandir 3 kali untuk menikmari rokok di luar restoran. Dalam suhu 10 derajat, merokok di luar ruangan cukup menyiksa.. Namun, karena penasaran dengan rokok made in Italy yang digulung sendiri (rokok kemasan cukup mahal di Eropa), dingin sesaat tidak terasa. Alasan utama, saya perlu berdiri karena kepala terasa berat setelah beberapa gelas bir dan wine.. Malu berat jika saya tertidur atau pingsan gara - gara Tipsy..


Parahnya, di tempat - tempat umum seperti stasiun kereta , saya tidak menemukan smoking room. Saya sudah celingak celinguk untuk menemukan ruangan hangat ini, nihil. Secercah harapan muncul, saya menemukan banyak puntung rokok di jalur kereta api.. Ketika saya menoleh, ada tiang yang mengeluarkan asap.. Ahaa, ada om bule yang merokok sambil bersandar di tiang agar tidak terlalu kentara. Segera saja saya mencari tiang sejenis, dan melakukan ritual serupa.. Oh, indahnya Eropa..

Eropa memang negara yang disiplin, tapi manusia dimana saja sama, dilahirkan untuk membuat aturan dan melanggarnya sendiri.. Ha3x..
Read More »»»