Monday, May 04, 2015

Lost in Penang


Salah satu yang menyenangkan dari traveling adalah melepaskan kita dari kemonotonan rutinitas. Kebebasan waktu memang sesuatu yang tak ternilai ditengah pola hidup yang memaksa kita untuk sibuk dengan berbagai kegiatan dan urusan. Memang susah dijelaskan, namun suatu saat kita pasti akan mengalami momen kejenuhan yang teramat sangat, bahkan jika pekerjaan itu sesuai dengan passion kita.
---------------------------------------------

Sito Pien in Penang
Ketika saya menerima email dari host saya di Verona yang mengabarkan rencana business travelnya ke Myanmar, saya spontan langsung "I'll be there with you". Bukan di Myanmar, kami sepakat untuk bertemu di Kuala Lumpur untuk melanjutkan perjalanan ke Penang bersama. Bagi saya, Penang menyimpan catatan penting dalam karir backpacker saya. Yup, ini destinasi pertama saya untuk solo backpacker keluar Indonesia.

Bus menuju Penang dapat kita temui di Terminal Puduraya. Ingat, jangan terpengaruh dengan calo. Silahkan menawar harga yang diberikan dan lakukan pengecekan untuk memastikan kondisi bus sesuai promosi calo dan ekspektasi kita. Gak enak kan kalo lima jam perjalanan akan dihabiskan dengan tidak nyaman plus hati gondok karena merasa tertipu. Tapi tenanng, rute ini menyuguhkan jalanan yang bersih dengan beberapa ruas di hiasi dengan perkebunan kelapa sawit yang luas. Di tengah rute, bus berhenti satu kali untuk memberi kesempatan kepada penumpang ke toilet atau membeli snack untuk menemani sisa perjalanan.

We are Lost...!!!
Karena pernah mengunjungi kota ini, saya menjadi tour planer dan amateur guide dadakan. Membuat itenerary, memilih tempat menginap, sampai membuat list tempat makan pun saya lakukan. 

Penang memiliki berbagai jenis wisata dalam satu area, mulai dari city tour (Georgetown), pantai berpasir (Batu Feringhi), bukit nan hijau (Penang Hill), maupun Taman Nasional (Taman Negara Pulau Pinang). 

Satu  destinasi wajib adalah Bukit Bendera (Penang Hill). Alasannya, pada kunjungan di tahun 2011, saya gagal mencoba Penang Tram  karena sedang maintenance. Horayyyyy..

Tiba di gerbang tiket, antrian pengunjung cukup ramai. Maklum, nuansa liburan akhir tahun masih terasa. Ditengah antrian, kami berbincang dengan tour guide lokal mengenai obyek wisata ini. Ternyata, menuju ke puncak bukit bendera dapat dilakukan dengan banyak cara. Selain Tram, kita bisa menyewa jeep, menggunakan kendaraan pribadi, atau pendakian. Adrenaline kami langsung terpacu, apalagi setelah melihat harga tram yang mahal, 30 MYR pp. Hasil diskusi dan kompromi, kami memilih untuk memberli tiket one way dan akan tracking untuk turunnya.

--------------------------------------------------

Selesai menikmati puncak bukit bendera. Dengan informasi terbatas dan tanpa peta (petugas bilang peta habis), kami memulai tracking dengan penuh keyakikan. Jalur pejalan kaki dan papan petunjuk yang jelas di awal rute semakin membangkitkan semangat kami. Kami pasti bisa...

Toss....
Satu kilometer pertama, jalur tracking masih mudah diikuti karena diberi paving khusus. Memasuki kilometer kedua, kami mulai diragukan dengan adanya percabangan. Mengikuti naluri dan insting berdasarkan jalan yang terlihat lebih baik, kami semakin jauh menembus rute yang berubah menjadi hutan. Puncaknya, kami bertemu dengan rambu larangan memasuki kawasan pribadi. Fix, kami tersesat.

Bukannya menyerah, harga diri kami sebagai backpacker makin membakar semangat untuk terus melaju. Dengan bekal petunjuk seadanya dan altimeter di jam tangan Beppe, kami melaju cepat. Berulang kali kami merasa yakin sudah menemukan jalan yang benar, tapi saat itu kami harus menelan kekecewaan. Vihara, Pos Penjaga Kebun Jeruk, Tempat Pembaptisan, dan Private Bungalow adalah beberapa kejutan yang kami jumpai.

Setelah 4 jam perjalanan, kami berhasil mencapai lembah dan perkampungan pada pukul 21.30 malam. Kami langsung saja naik ke bus menuju Komtar, cari makan malam dan minum untuk merayakan pengalaman kami sampai dini hari. Cheers.....
Read More »»»