Friday, November 18, 2011

Thai Cuisine : Green Curry

Terpengaruh oleh tayangan Australia's Master Chef 2 dan Hell's Kitchen, keinginan untuk wisata kuliner di Thailand semakin mantab. Saat tema international dish, Thai food selalu menjadi bagian. Hal ini menjadi bukti bahwa makanan di sana memiliki ciri khas yang sudah diakui dan memang layak untuk dicoba.. Hidangan ini sudah disejajarkan dengan icon makanan dari negara lain yang sudah menjajah lidah kita. Italia, Perancis, Yunani, Mexico, India, China, Jepang, dan Inggris..

Bicara Thai food, kebanyakan akan menyebut Tom Yam. Saya mengenal makanan Thailand ini sejak kuliah. Rasanya yang segar dan cendurung asam cukup unik dan bercita rasa beda dengan makanan yang biasa saya santap. Ah, tapi lidah saya sudah sering mencobanya, dengan tampilan, resep dan penyajian yang berbeda.. Untuk kali ini, saya ingin mengincar menu spesial lainnya untuk di coba.

Green Curry Ver. Soup

Entah mengapa sejak awal saya tertarik dan penasaran dengan Green Curry. Sepengetahuan saya (dari Master Chef OZ juga), makanan lain yang ikonik adalah Thai Curry. Pada awalnya, sang primadona klasik adalah Red Curry. Kari ini tidak seberat Indian Curry yang mengenyangkan, malah cenderung seperti Tom Yam yang bercitarasa segar. Namun, kari ini masih bercitarasa pedas....

Pada perkembangannya, Green Curry muncul sebagai makanan favorit baru yang lebih sesuai dengan lidah para bule yang kurang bisa menerima makanan pedas, dengan tetap menjaga ciri khas kari yang kaya rempah dan terasa hangat di mulut dan perut.. Hmmmm, kreatif...

Cita - cita tercapai, saya menemukan kedai makanan Thailand di MBK yang dijamin Halal 100%. Alhamdulillah, karena mencari makanan tradisional yang halal di Bangkok sudah seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Yana Restaurant berada di food court lantai 5 MBK, silahkan naik dari Tokyu di lantai 4, tempat ini terletak di dekat eskalator.. Surprise tambahan ketika mbak pramusajinya bisa bahasa Indonesia, eh melayu ding.. Besar dugaan saya, mbak ini adalah warga muslim Patani dari wilayah selatan. Kok tahu ? ya jelaslah, wong pake jilbab.. He3x..

Mengenai rasa? Amboiii sedapnyooo... Bumbu dan santannya benar benar pas untuk menyatukan rasa aneka sayuran segar dan daging ayamnya.. Dengan harga 150 Baht, seporsi kari hijau yang disajikan bersama nasi putih tak ayal mampu memberikan pengalaman makan yang maknyuss. Ha3x.. Mantab nian...

Green Curry Ver. Sauce

Sudah menjadi tren di berbagai negara, franchise fast food ternama seringkali menyediakan menu yang dikombinasikan dengan keunikan lokal. Untuk di Thailand, salah satunya adalah konsep green curry ini. Meski sedikit beda versi, dimana konsep Green Curry ini hanya digunakan sebagai kuah aka saos, saya masih mampu merasakan sentuhan lokalnya.

Dengan merogoh kocek 59 Bhat, seporsi chicken green curry terhidang di KFC Dusit Zoo.. Sekali lagi, entah karena lapar dan kecapekan, hidangan cepat saji ini tetap layak untuk direkomendasikan jika suatu saat harus masuk ke restoran cepat saji. Mengingat, teman saya harus kecewa dengan Curry Fried Rice yang kurang sesuai untuk lidah dikala sarapan..

Green Curry Ver. Fried Rice

Sedikit bahan perbandingan, pengalaman menyantap hidangan ini di salah satu coffee shop di SUTOS yang menyajikan Thai Cuisine. Ketika melihat daftar menu di kafe ini, saya baru sadar jika pernah menghajar makanan satu ini beberapa bulan lalu, dan masih segar dalam ingatan jika kami memberi label "sayur bobor" pada menu ini.. Jauh benar dengan yang saya santap di Bangkok sono..

Dan, baru kemaren malam (23 Nov) di kafe tersebut, saya nekat mencoba versi lain dari kari ini, Green Curry Fied Rice with Tuna seharga 35,000 Rupiah. Surprising, perwujudan kali ini sesuai untuk selera saya. Bumbu karinya cukup nendang, meski gak terlalu berat seperti kesukaan saya. Terong hijaunya cukup renyah, meski sedikit berminyak. Wajar, karena digoreng bersama nasi.. Yang kurang adalah butiran kecil hijau biji polong. Dan satu lagi,
tunanya kurang banyakkkk... Ha3x... Menurut saya, tempat ini cukup memadai untuk mengobati rindu dengan Thai Dish satu ini..

Eits, tapi saya penasaran. Bagaimana berbagai variasi lain menu ini di negara asalnya sana, hmmm patut dimasukkan dalam itenary berikutnya..

Bon Appetit...

Read More »»»

Tuesday, November 08, 2011

Sawasdee Bangkok : Khaosan - Siam

Perjalanan memang tak selamanya mulus, terkadang berliku-liku. Ungkapan sederhana yang pas untuk menggambarkan traveling ke Bangkok dan Kuala Lumpur di awal November ini. Tiket sudah di issued sejak Desember 2010 demi mendapatkan harga promo... Namun, dalam masa penantian itu, banyak kondisi dan situasi berubah...Cobaan mulai datang ketika saya terpaksa mengakhiri kisah manis saya dengan seseorang.. Saya tidak akan bahas (ya iyalah, sudah cukup 2 tulisan mengenai ini..). Halangan terakhir adalah kondisi banjir Thailand yang makin memburuk dan bahkan sudah masuk ke kawasan ibukota yang sebelumnya disterilkan. Hiks..hiks..

Nekad kuadrat.. Meski 2 hari menjelang keberangkatan airline membuka alternatif pilihan untuk reschedule atau diganti travel credit, saya tetap meluncur ke TKP. Senekat - nekatnya tupai, saya tetap prepare segala kondisi darurat. Bawa baht lebih banyak, beli travel safety box dan memilah milah rute alternatif jika memang mesti ngungsi... Alhasil, backpack saya makin berat karena tambahan life vest, peluit, kompas, senter, emergency blanket dan ponco.. Ha3x..


Kalo ada yang tanya, nyesel gak nekat kesana ? Jawaban pastinya "Tentu Tidak". Kenapa ? Ini salah satu alasannya..

KHAOSAN ROAD


Jalan yang tidak terlalu panjang ini merupakan pusat backpacker, alias turis ngirit macam saya ini. Siang hari, area ini sepi tanpa kehidupan. Pemandangan hanya menampakkan gerobak pedagang disisi kanan kiri jalan, tertutup terpal plastik dan berbaris rapi di depan hotel ataupun mini market, praktis tak ada trotoar. Tapi, suasana malam hari berubah 720 derajat. Denyut aktivitas berjalan seiring hiruk pikuk pedagang makanan, musik top40, kios souvenir, tempat refleksi, bahkan para penjaja cinta yang memamerkan diri. Sebuah atmosfer yang tentu saja sangat disukai partygoers.. Bau alkohol, makanan yang digoreng, dibakar bercampur dengan bau got, keringat dan pesing... Hadowww... Smell Good.

Kami berempat terpaksa mondar mandir mencari makanan halal dan sebotol air mineral. Banjir membuat stok air mineral di mini dan supermarket ludes, dan pedagang kaki lima terbukti ampuh mengelola supply chain nya.. Ironisnya, stok bir dan sejenisnya tetap melimpah ruah... ckckckc...

Trus, apa menariknya ?? Kesemerawutan ini menunjukkan potret tersendiri seperti refleksi kecil kehidupan kita. Penuh godaan, tipuan, kebingungan dan akhirnya kita harus memutuskan apa yang kita ingingkan dalam perjalanan itu.

Tentu saja, saya dan teman - teman adalah korban godaan. Dari rencana awal hanya mencari air mineral dan makan, kami terlena mencoba berbagai jajanan dan penganan khas yang tersedia.. (sebenarnya gak beda jauh sama jajanan di kampung halaman, hanya tampilannya yang berbeda). Yes, saya berhasil menggagalkan diet teman-teman.. Ha3x.. Plus, ada yang tergoda membeli souvenir.. Ah, kehidupan memang selalu penuh kejutan dan pilihan..

Transportasi dari dan ke kawasan ini terbilang rumit bagi pelancong awam. Dari berbagai petunjuk, saya sebagai tour leader sudah memasukkan Airport Bus AE2 sebagai alternatif. Apa daya, sudah sebulan lebih moda transportasi ini tidak beroperasi.. So, taxi adalah pilihan bijak yang tidak bersahabat, alhasil 450 Baht melayang, dari tarif bus yang hanya 15 Baht/orang.. (P.S : saya tidak tahu alasan tidak beroperasinya bus bandara, apakah karena banjir atau diwafatkan selamanya.. Ha3x..)

Sebaliknya, di hari kedua perjalanan, kami yang berbekal kompas mungil dan peta gratis kawasan ini sempat repot mencari letak Phra Atit Pier untuk naik water taxi menuju Grand Palace. Salah arah tepatnya, Ha3x... Akhirnya dengan terpaksa kami berjalan kaki menuju lokasi pertama.. (Suatu kesalahan yang indah, karena Phra Atit juga ditutup karena boat tidak beroperasi..). Ha3x..

SIAM SQUARE

Kawasan sentra perdagangan (alias mall menurut saya) semacam ini pasti ada di semua kota besar, bahkan kota menengah dan kecil. Selain konsep banyak mall di satu kawasan, apa istimewanya ? Toh sering juga saya menginjakkan kaki di TP yang hampir sama.



Dalam itenary saya memasukkan destinasi ini dengan berbagai pertimbangan. Dimana lagi coba bisa melihat kehidupan dan gaya masayarakat perkotaannya selain di mall. Minimal untuk keseharian anak muda seperti saya.. Ha3x.. Kalo ingin melihat kehidupan tradisionalnya tentu mall bukan tempatnya. Minimal, kawasan ini menunjukkan tren fashion kawula muda Bangkok dan siapa tahu nemu barang bagus yang lagi diskon.. Hmmm tetep... Incaran awal saya adalah Siam Discovery, Siam Paragon, MBK, dan Platinum.

Siam Discovery (SD) pastinya untuk mengunjungi Madame Tussauds di lantai 6 nya.. Tak perlu repot harus ke London atau Hongkong sana.. Pengaturan, keramahan, dan kemasan museum ini bisa diacungi jempol.. Bagi saya yang terakhir ke museum adalah Museum Purbakala Trinil jaman SMA dulu, tempat ini layak dikunjungi untuk entertain. Meski jujur, 800 baht terasa mahal untuk berfoto bersama figure tokoh ternama KW super ini.. Sedikit di luar ekspektasi masa kecil saya, 89 patung lilin disini kurang bikin saya geregetan.. Tapi, kapan lagi bisa narsis sama Lady Gaga dan TaTa Young.. Hajar...
Siam Paragon (SP) lain lagi tujuannya. Menurut saya, inilah icon mall anak muda di Bangkok. Dibandingkan dengan SD yang diisi branded tenant, penampilan SP lebih cocok bagi saya, upper middle lah.. Meski, tujuan utama saya hanya gound floor alias food court-nya yang luas dan penuh makanan menggoda... Berhubung sudah lapar dan lunch time sudah lewat, saya tidak sempat mengeksplor semua stand melainkan angsung menuju pujasera-nya yang lebih ramah kantong.. Begitu melihat salah satu stand menampilan logo Halal, saya segera menentukan pesanan... Masalahnya, pembayaran di sini ternyata harus membeli voucher dulu.. Maklum turis... Ha3x..


Mahboonkrong (MBK) konon adalah mall terbesar dengan 2,000 lebih gerai. Bagi saya, tempat ini adalah alternatif murah untuk mencari souvenir selain Chatuchak yang hanya ada di akhir pekan. Penampilan dan isinya adalah ITC yang di upgrade satu tingkat. Dagangan beragam, padat, luas, membingungkan tapi tetap nyaman dengan pendingin yang bekerja sempurna.. Asyiknya lagi, harga disini bersifat nego alias tawar menawar.. Saya berhasil mendapatkan souvenir dengan setengah harga yang ditawarkan, meski saya jamin Simbok mampu mendapatkan harga sepertiganya.. Ha3x..

Platinum Shopping Mall pastinya merupakan surga bagi shopaholic yang gila mode. Mall yang spesialisasinya di fashion clothes dan accessories ini memang menyediakan berbagai merk branded, meski fabrikasi pastinya di China.. tidak ada yang spesial, karena memang saya tidak sempat kesana dengan alasan tenaga dan biaya.. Ha3x.. Tapi kata teman dan berbagai sumber, tempat ini wajib dikunjungi jika ingin mencari gaya busana yang berbeda dengan di negeri kita... Ah, saya toh sudah puas dengan kaos oblong... :p


Catatan : untuk menuju Siam Square (SD, SP dan MBK) silahkan menunggu bus 47 di sebarang jalan samping Grand Palace hanya dengan 8 Baht per orang. Sedangkan Platinum terpisah dan saya tidak tahu bagaimana menuju kesana.. Skybridge dari SD ke SP terletak di lantai 4, sedangkan ke MBK silahkan lewat jembatan penyebrangan... Surga belanja lain yang saya lewatkan dan akan saya kunjungi adalah Chatuchak dan Pratunam Market..

Pusat perbelanjaan, baik mall, pasar maupun sejenisnya memang menawarkan sesuatu yang layak dikunjungi. Hopkunka Bangkok..

Next : Culture & Cuisine

Read More »»»