Sunday, December 18, 2016

Mengejar "Halal Food" di Skandinavia

Mendengar kata Skandinavia, dalam benak saya yang terbayang adalah Bangsa Viking & kawasan yang dingin. Tidak salah memang, tapi lebih tepatnya sebutan ini mengacu kepada kawasan di Eropa bagian Utara. Saat ini, Skandinavia terdiri dari lima negara Denmark, Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Islandia. Sedangkan Viking sendiri adalah salah satu bangsa yang mendiami kawasan ini dan terkenal sebagai bangsa pelaut, pedagang, dan perompak dengan bentuk kapalnya yang khas.

-------------------------------------------------------------
Awal 2015, saya mendapat tugas kantor ke Copenhagen dan menyempatkan diri untuk keliling di beberapa kota di Denmark & Swedia. Nah, ini beberapa catatan menarik saya:

Kerajaan yang Mahal

Menikmati Sunrise Kobenhavn
Meskipun telah tergabung dalam Uni Eropa, Euro tidak digunakan sebagai mata uang tunggal. Dalam bertransaksi, mereka lebih banyak menggunakan Danish Krone (DKK). Semua harga yang tertera di minimarket, restaurant, dan Stasiun MRT adalah dalam DKK.

Meskipun begitu, kita tetap dapat menggunakan Euro sebagai alat pembayaran di beberapa local restaurant dan stasiun MRT. Nilai tukar yang mereka gunakan adalah  1 EUR = 7 DKK. Namun, sebagian besar minimarket dan kedai franchise hanya menerima DKK. Tips saya, tukarkan EUR sesuai kebutuhan. Pilihlah money changer yang di dekat area backpacker atau pasar, jangan menukarkan di stasiun dan bandara. Atau, jika anda memborong di satu tenant, gunakan saja credit card. Mudah..

Mengenai harga, negara kerajaan ini adalah salah yang termahal di Eropa. Sebagai gambaran, satu paket ayam goreng KFC yang berisi 2 potong ayam dan salad dihargai 89 DKK (Rp. 166 ribu). Hiks, hampir 4 kali lipat dibandingkan negara kita. Bahkan, kita harus menambahkan beberapa sen untuk untuk meminta saus tomat. Dari pengalaman saya, ini lebih mahal dibandingkan dengan Perancis dan Singapore. Dua negara yang menurut saya sangat mahal.

Selidik punya selidik, penganut monarki konsitusional ini adalah salah satu negara dengan pendapatan perkapita tertinggi di dunia. Tak aneh memang, karena Denmark juga memuncaki peringkat negara dengan Indeks Persepsi Korupsi terbaik. Survei juga mengatakan bahwa negeri Ratu Margrethe II ini adalah "tempat yang paling menyenangkan di dunia", dipandang dari standar kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan. Kajian lain juga menempatkan Denmark menduduki posisi negara paling damai kedua di dunia. Iriii.....

Kawasan tanpa Batas

Source: https://www.brilio.net
Aktivitas kehidupan penduduk Skandinavia memang seolah tak mengenal batas negara. Seseorang bisa saja menetap dan bekerja di negara yang berbeda. Selain karena jarak yang tidak terlampau jauh, konektivitas transportasi di kawasan ini adalah salah satu yang terbaik. 
 
Kami hanya perlu naik kereta dari Kobenhavn Central untuk mengunjungi Malmo yang berada di negara Swedia.  Hanya perlu naik ferry untuk berpindah dari Helsingor (Denmark) ke Henlsingborg (Swedia). Lama perjalanan untuk kedua migrasi ini pun tidak lebih dari satu jam saja. Bahkan, mereka pun dapat berpindah negara hanya untuk mencari kebutuhan sehari - hari. Mantab, mungkin inilah ketika batas antar negara hanya berada di atas kertas.
 
Jika diperhatikan, bendera nasional negara Skandinavia ini hampir sama. Perbedaan hanya pada warna dasar dan warna palangnya. Dalam sejarahnya, Denmark adalah yang pertama kali menggunakan bendera dengan corak warna merah dan putih. Sebenarnya, selain kelima negera tersebut, ada dua wilayah otonomi Denmark yang membentuk pemerintahan sendiri, Kepulauan Faroe dan Greenland.

Selain bendera yang seragam, bahasa - bahasa di Skandinavia juga sangat berkaitan dan kebanyakan bisa saling memahami satu sama lain. Sebaliknya, nilai mata uang mereka yang tidak sama. Jika 1 EUR = 7 DKK, maka nilai tukar 1 EUR = 9 SEK (Swedish Krona). Harga barang dan makanan di Swedia jauh lebih murah daripada di Denmark. Mungkin hal ini disebabkan dengan tingkat perekonomian masing - masing.
 
Berkunjung ke KBRI Copenhagen
Hubungan diplomatik Indonesia dengan negara Skandinavia dilakukan dengan penempatan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di masing - masing negara.  Mengingat banyaknya negara - negara kecil di sekitar kawawan ini, satu KBRI merangkat untuk negara kecil lain di luar Skandinavia. 
 
Kami yang berkunjung ke KBRI Copenhagen, baru mengetahui jika kantor kedutaan ini merangkap untuk Denmark dan Lithuania.  Hal ini tidak berbeda dengan KBRI lain di Skandinavia: KBRI Helsinki untuk Finlandia dan Estonia, KBRI Oslo untuk Norwegia & Islandia, KBRI Stockholm untuk Swedia dan Latvia. Bingungnya, bagaimana penerapan peraturan yang mengharuskan setiap Warga Negara Indonesia yang berkunjung ke negara lain untuk jangka tertentu harus melaporkan ke KBRI ? Kalau untuk keperluan dinas mungkin tidak menjadi masalah, tapi untuk backpacker tentu tidak mudah.

Beburu Makanan Halal

Seperti sebagian besar kawasan Eropa Barat, negeri yang terkenal dengan patung "Little Mermaid" ini memiliki penduduk yang multikultural. Menurut wikipedia, 10% populasi Denmark adalah imigran dari Eropa, Asia, dan Afrika. Hal ini dapat terlihat dari keanekaragaman yang ada, salah satunya adalah rumah makan. Di sekitar area kami menginap, banyak ditemukan aneka resto yang menyajikan aneka hidangan, mulai dari hidangan lokal, makanan Italia, Perancis, China, dan Turki.

Danish Breakfast
Makanan pokok di negara ini adalah kentang, dan mereka sangat membanggakan kentang produksi lokal. Kentang Denmark berukuran lebih kecil, namun menurut mereka rasanya sangat khas dan berbeda dengan produk negara lain. Jadi kalo ditanya apa makanan khas Denmark, pasti mereka akan menjawab "Potatoes".

Mereka mengkonsumsi dan mengolah kentang dengan berbagai cara menjadi aneka masakan. Biasanya hanya disajikan dengan cara kukus, panggang atau bakar. Kentang Denmark memang memiliki rasa dan tekstur yang berbeda meski hanya  dipanggang tanpa banyak bumbu dan tidak dikupas.

Sayangnya, selain kentang, negeri Hans Cristian Andersen ini tidak memiliki produk pertanian yang lain. Bahkan untuk buah dan sayuran, mereka harus import dari negara lain. Dan itupun yang tampak hanya pisang, pir, jeruk, dan apel. Sayur juga nampak tidak beragam. Bahkan beberapa hari di kantor suplier lokal, menu makan siang hanya nampak wortel, selada, kubis ungu, dan bawang bombai.

Danish Lunch
Bagi moslem traveler, mencari makanan dengan standar "halal" tinggi memang agak susah. Menu sarapan di hotel sebagian besar adalah sereal, susu, buah, dan aneka roti dengan berbagai pilihan selai dan daging lapis.

Nah, untuk daging lapis ini silahkan berhati - hati. Meski tertulis turkey (kalkun) atau chicken (ayam), tidak ada jaminan halal. Kami mengetahui hal ini setelah berbincang dengan salah satu chef yang berasal dari Pakistan. Pilihan aman adalah dengan sereal, telur rebus, susu, dan roti tawar/manis. Satu yang menyelamatkan, bekal mie instan dan sambal sachet yang kami bawa dari Indonesia. Nikmatnya...

Untuk makan siang dan malam, carilah restoran Turki. Untuk kemudahan, sebelum berangkat sebaiknya jangan malas berselancar untuk mencatat nama dan alamat restoran yang ramah bagi muslim. Jika letaknya jauh dari rute dan ada momen yang tidak memungkinkan (seperti jamuan makan malam), silahkan memesan menu vegetarian. Meskipun tidak saya rekomendasikan, karena salah satu isi menu vegienya adalah keju lokal yang rasanya sangat tajam dan aneh, bahkan menurut penduduk lokal sekalipun.. Hahahaha...

------------------------------

Banyak hal menarik yang dapat kita explore di Kawasan Viking ini, untuk itu persiapkan perjalanan dengan baik. Selain memilih pakaian sesuai dengan musim yang tepat, mendata tempat makan halal akan membuat perjalanan anda lebih mudah dan cepat. Karena tak akan pernah cukup waktu kita untuk menikmati keindahan negara ini, jangan buang hanya dengan berputar - putar mencari makanan.. Atau, siapkan saja makan mie instan dan roti selama petualanganmu. 

(Catatan Februari 2015).
Read More »»»

Monday, December 12, 2016

Semen Indonesia, We are The CHAMPS!!!

Restrukturisasi bagi sebuah organisasi adalah sesuatu yang lumrah, apalagi didalam perusahaan yang melakukan transformasi. Struktur yang baru diharapkan mampu memenuhi kebutuhan korporasi yang melangkah menuju perubahan. 

A great corporations must have a flexible organizational structure, which can adapt to constant changes in technology and fluctuations in the market (Don Hellreigel).

----------------------------------------

Center of Engineering

Di tahun 2014, perusahaan melakukan transformasi guna menyesuaikan visi dan misi korporasi. Saat itu, lompatan besar terlihat pada penetapan visi baru perusahaan: "World Class Engineering Company". Radikal memang. Korporasi tidak lagi berfokus pada bisnis semen, tapi berupaya mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul yang memiliki daya saing tinggi.

Engineering Team pada masa awal transformasi menuju CoE
Salah satu langkah strategis yang dilakukan dalam pemenuhan visi tersebut adalah pendirian "Semen Indonesia Center of The Champs (SICC)". Sebuah wadah yang diharapkan mampu berperan dalam membangun kompetensi Perseroan dalam melahirkan tenaga profesional di bidang persemenan, khususnya rancang - bangun (engineering).

Hal ini menjadi angin segar, khususnya bagi kami di Engineering. Kami yang awalnya hanya dianggap sebagai supporting unit, akan menjadi inti atau pusat dari pengembangan perusahaan ke depan. Sebuah keberuntungan, saya terlibat dalam banyak tahapan awal pembentukan salah satu pilar utama SICC, yaitu Center of Engineering (CoE).

Pada tahap awal, dibantu dengan konsultan kami melakukan identifikasi/mapping sumber daya engineering saat ini (as is assessment), pembentukan struktur organisasi baru, dan penetapan objective dari setiap unit yang dibentuk. Tahapan ini berjalan relatif mudah. Namun, permasalahan muncul saat implementasi, banyak hal yang harus disesuaikan dan dilengkapi. 

Tantangan besar lainnya, kami harus mampu menyusun road map dan strategic initiative jangka panjang, yang dilanjutkan dengan penetapan rencana langkah kerja yang diperlukan untuk jangka pendek. Semua itu harus dilakukan dengan cepat, mengingat tenggat waktu yang diberikan sangat terbatas. Saat inilah, semua ilmu S2 saya, khususnya dalam managemen strategis dan SDM benar - benar bermanfaat dan diuji. Hahaha...

Menyesal saya dulu tidak mempelajari secara mendalam setiap contoh kasus yang diberikan. Saya terpaksa harus mempelajari ulang banyak literatur dan best practice sejenis di perusahaan lain. Karena sumber yang ada kami rasa masih kurang, akhirnya tim  melakukan study banding (benchmarking) ke PT Rekayasa Industri.

The Champs Was Born

Sebagai sebuah wadah baru, kelengkapan organisasi menjadi sesuatu yang harus dipersiapkan. Masalah utamanya, waktu yang terbatas. Bertepatan dengan perayaan 1 tahun pembentukan strategic holding Semen Indonesia, CoE akan diperkenalkan terlebih dahulu pada 7 Januari 2014. Mendahului launching resmi SICC yang akan dilaksanakan berikutnya. Pada saat itu, CoE masih berupa embrio dimana kelengkapan organisasi belum lengkap.

Satu persatu kelengkapan organisasi ini mulai diisi. Pemenuhan personel awal dilakukan pada April 2014 melalui gerbong mutasi dan promosi, dimana saya menjadi salah satu penumpangnya. Hehehe... Kehadiran personel ini diharapkan mampu melakukan speed-up terhadap pemenuhan kelengkapan organisasi menjelang launching.

Launching SICC di Balai Kartini, Jakarta
Saya yang banyak terlibat sejak awal dalam pembentukan, mendapat kepercayaan membuat semua materi branding CoE. Pembuatan logo, penyusunan profile, pemenuhan materi pameran, dan desain merchandise. Seuatu yang menantang, mengingat tugas ini diluar akvitas pekerjaan biasanya dan segala sesuatu tentang CoE masih "misterius".

Alhamdulillah, dengan dibantu kerja keras serta kreatifitas tim desain dan multimedia, semua materi yang diperlukan untuk launching dapat selesai tepat waktu. Bahkan saya dipercaya untuk membantu penyusunan materi branding dan pameran untuk SICC, dan beberapa center yang lain.

Puncaknya, SICC di launching secara resmi pada 28 Agustus 2014 di Balai Kartini, Jakarta. Perasaan lega dan banyak ucapan syukur, saya dapat terlibat dalam sebuah milestone penting perusahaan milik bangsa ini. Bahkan ketika saya tidak lagi di CoE, kesempatan tersebut menajadi pengalaman berharga bagi karir  saya di Komunikasi Perusahaan saat ini
-----------------------------------------

Salah satu semangat yang di usung korporasi dalam kelahiran CoE adalah untuk menjawab pertanyaan berikut: "Kenapa  kita selalu menggunakan teknologi dari negara lain? Kenapa kita tidak berupaya untuk menguasai teknologi tersebut sehingga mempu mengelola kekayaan bangsa ini secara mandiri?" Sebuah cita-cita besar, namun jika semua komponen mau berupaya dan bekerja keras, hal ini bukan sesuatu yang mustahil. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Indonesia BISA....


--------------------------

We don't grow when things are easy, We grow when we face challenges (Anonim)

(Agustus, 2014)

Read More »»»

Tuesday, December 06, 2016

Kedinginan Nonton Konser Psy, Big Bang & 2NE1 di Seoul

Korea Selatan tidak hanya menginvasi dunia melalui teknologi saja, negeri ini telah menyebar virus budaya ke seluruh dunia. Tahun 2012 lalu, goyang "Gangnam Style" mewabah tidak hanya di kalangan masyarakat umum, tapi telah menjangkiti para selebritis  papan atas dunia. Apalagi di Indonesia, boyband dan girlband Korea telah menginspirasi munculnya produk tiruan sejenis. Korean Pop telah melanda dunia. Meskipun sekarang sudah tidak separah 2013 lalu, tapi DraKor (drama korea) masih merajai tontotan pula.

-------------

Kedinginan di Musim Gugur

Sebelum menggigil di Petite France
Saya mengawali traveling di Korea Selatan dengan mengunjungi Seoul pada pertengahan Oktober 2014. Menurut situs perjalanan, ibukota ini seharusnya berada pada musim gugur dengan suhu berkisar belasan derajat celcius. Faktanya, tiga hari disini saya merasakan fluktuasi suhu berkisar 5 - 15C (menurut temperatur alami, alias penyesuaian tubuh).

Pada pagi hari, suhu relatif nyaman namun membikin saya posesif dengan kasur. Di siang hari, sinar matahari membuat kita bisa menikmati perjalanan hanya dengan mengenakan kemeja lengan panjang. Namun, di malam hari, kami merasakan sensasi kedinginan yang sangat menyiksa tubuh.

Hal ini saya rasakan saat menunggu bus dari Petite France menuju stasiun kereta untuk kembali ke Hostel. Parahnya, saya hanya memakai jaket gunung karena pada hari sebelumnya suhu tidak ekstrim. Mungkin ditambah efek kami yang kelaparan karena belum menemukan tempat makan yang rekomen di kantong dan pastinya halal. Tapi jangan khawatir, kota ini menyediakan produk fashion untuk penunjang penampilan dan pengusir dingin yang lengkap, dan ramah kantong backpacker. 

Konser K-Pop Gratis

Datang ke Korea, belum lengkap jika tidak menonton konser K-Pop. Alhamdulillah, saya berkesempatan menghadiri konser bintang K-Pop ternama: Psy, Bingbang, dan 2NE1 secara GRATIS!!!

Tiket gratis ini saya dapatkan dari rekan perjalanan saya yang berangkat dua hari sebelumnya. Ceritanya, dia yang penggila K-Pop ini datang ke suatu pameran budaya. Di salah satu stand, ada yang membangikan tiket gratis konser K-Pop bagi wisatawan asing yang tertarik dengan budaya baru ini. Terlihat bahwa pelaku wisata di Korea sangat masif mempromosikan industri musik ini. Langsung saja teman saya mengambil dua buah tiket gratis.

K-Pop Style
Saya sebenarnya tidak terlalu berminat dengan menyaksikan konser, namun kalo gratis kenapa harus ditolak. Bahkan, kami datang ke Lotte FITIN 1 jam sebelum pertunjukan, karena takut gak kebagian tempat.

Sebelum acara dimulai, setiap pengunjung masuk kesebuah studio kecil untuk diminta bergaya dengan beberapa pose.. Cekrek - cekrek... Entahlah, kami ikutan saja, tak tahu untuk apa.

Setelah semua penonton masuk, saya mulai curiga kok sedikit sekali. Jangan - jangan ini konser lagu mereka yang dinyanyikan oleh  oleh penyanyi lain. Ato malah pertunjukan lipsync ala drag queen.. Hmmmm... Gak mungkin lah sekelah Psy mau nyanyi tiap malam dengan penonton tidak lebih banyak dari penonton bioskop saat premiere film ternama..

Begitu dimulai, saya semakin penasaran.. Dan puncaknya, yapp Psy muncul beneran di panggung. Hebatttttt.... Dengan menyanyikan beberapa lagunya diiringi oleh beberapa dancer. Jujur, saya hanya tahu lagu Gangnam Style... Begitu interaksi dengan penonton, kami baru sadar... Psy yang muncul hanya berupa hologram.... Hahahhaha...

Foto Bareng 2NE1

Meski konser hologram, K-Pop Concert ini sangat menarik bagi saya. Penataan panggung yang optimal mampu menghasilkan efek 3D hologram yang menimbulkann ilusi mata. Didukung oleh aktor dan aktris yang berinteraksi dengan hologram memberikan kesan hidup dan nyata. Di tengah pertunjukan, efek dry ice dan semprotan embun air makin membuat penonton serasa berada dalam konser asli.

Adanya beberapa gimmick dari artis pendukung membuat penonton semakin terbius suasana konser. Salah satunya adalah undian gratis untuk berfoto bersama sang artis. Nah, disini saya baru tahu kenapa kami diminta memasuki ruangan untuk foto dengan aneka pose.. Foto - foto penonton inilah yang diundi acak untuk mendapatkan hadiah photo box gratis bersama salah satu artis. Rejeki kami, saya mendapatkan foto gratis bersama 2NE1 dan teman saya foto gratis dengan Bigbang. Meskipun sedikit malu melihat foto saya yang ditambahkan poni muncul di layar besar yang dilihat pengunjung..

Sekali lagi, artis yang diajak berfoto adalah dalam bentuk hologram.

 -----------------------------------

Selain budaya K-Pop, keindahan kota Seoul dan Busan dalam beberapa drama televisi menarik minat saya untuk mengunjungi. Tak hanya itu, saya adalah pemakai produk elektronik negeri ini, hampir semua home equipmet saya merupakan besutan negeri ini. Otomatis, negeri gingseng ini telah masuk dalam wishlist saya sejak 2012.

Satu kenangan indah lainnya adalah perjuangan mendapatkan visa Korea Selatan. Saya  yang mempercayakan pengurusan visa ke travel agent masih harus kerepotan karena adanya aliran dana  kegiatan perusahaan yang cukup besar ke rekening saya. Saya diminta datang menjalani interview ke Kedutaan di Jakarta. Akhirnya, saya harus mengorbankan cuti dan uang tiket tambahan. Setelah 1 jam mengantri, saya ternyata tidak perlu interview karena semua klarifikasi sudah lengkap dan visa saya sudah di approve. Antara senang dan sedih.

(Oktober 2014)
Read More »»»

Sunday, April 03, 2016

Catatan Pekerja: Ready when your Opportunity Comes

Banyak orang merasa karir dan pekerjaan tidak menantang atau stagnan karena tidak mendapatkan kesempatan untuk  berkembang. Dalam pekerjaannya, semua orang merasa selalu "terpaksa" melakukan hal yang "itu - itu saja" tanpa mendapatkan kesempatan melakukan sesuatu yang mampu mengeksplor dan menunjukkan kemampuan  kita. Seringkali ketika melihat hasil karya orang lain,  kita dapat dengan mudah berkata "saya bisa melakukan hal itu dengan lebih baik".

Memang mudah mengkritisi hasil karya orang lain. Tapi apakah kita siap, melakukan pekerjaan serupa berulang kali. Seiring berjalannya waktu dan keinginan, hal yang "besar" akan menjadi hal kecil, begitu seterusnya. Perlu diingat, dalam sistem perusahaan, ada batas - batas tegas yang tidak bisa kita langkahi, entah itu unit kerja, wewenang, tugas, maupun biaya. Tidak enak ? Ituah risiko sebagai karyawan. Semakin besar suatu perusahaan, akan semakin banyak rambu yang harus diperhatikan.

Semangat Kami di Awal Karir


Orang selalu lupa, sesuatu yang besar diawali dari aktivitas kecil yang seringkali kita anggap sepele.  Sebagai "pekerja", kompromi merupakan makanan yang harus siap dinikmati. Jangan ragu melakukan sesuatu yang "remeh", karena suatu hasil akhir yang sukses adalah gabungan dari semua elemen kecil. Tidak perlu risau apakah pekerjaan kita akan mendapatkan apresiasi, karena keberhasilan adalah melakukan apa yang telah kita rencanakan, bukan pujian atau harapan orang lain.

Kondisi nyaman cenderung membuat kita terlena. Pada awalnya, perubahan memang selalu menakutkan. Namun banyak hal yang akan memacu kita untuk beradaptasi dengan belajar. Ketika dipindahkan tugas dari engineering ke administrasi teknik, saya merasa terbuang. Dari aktivitas kunci menjadi kegiatan pendamping, yang bahkan keberadaannya serasa tidak dibutuhkan. Perlu waktu lama bagi saya untuk bernegosiasi, baik dengan suasana kerja maupun dengan keinginan saya sendiri.

Secara perlahan, mutasi tersebut memberi banyak hal positif bagi saya. Perubahan struktur dari staffing menjadi struktural melatih saya beradaptasi dengan segala urusan administrasi dan birokrasi. Paling penting, posisi saya sebagai manager mengharuskan saya mengelola keuangan dan sumber daya manusia, sesuatu yang tidak saya dapatkan ketika sebagai engineer. 

Ketika terjadi pergantian pimpinan, semakin banyak hal baru yang saya pelajari di tempat ini. Feasibility study, cost budgeting, project control, knowledge management, dan strategic planning. Satu yang paling penting, saya belajar untuk melihat sesuatu secara positif. Terima dengan tebruka, dan kita akan mendapatkan sesuatu yang tak pernah kita perkirakan.

Seiring dengan perkembangan holding korporasi, banyak perubahan besar dalam struktur organisasi. Kesempatan terbuka, dan alhamdulillah saya dinilai siap untuk promosi memimpin unit kerja baru, tentu saja dengan peningkatan karier. Saya sangat senang, bukan semata kenaikan karier, tetapi saya memang terlibat dalam seluruh proses perubahan tersebut. Dapat dikatakan, keadaan yang memaksa saya untuk berubah dan belajar banyak hal baru telah membuat saya lebih siap menyambut peluang yang ada.

Kita selalu meminta kesempatan, namun kita sendiri tidak mau berubah. Ketika kesempatan datang, kita belum siap. Kita seringkali menunggu datangnya kesempatan dengan nyaman, tanpa mempersiapkan diri untuk selalu belajar dan meningkatkan kualitas diri.

"Opportunity doesn't make Appointments, You have to be ready when It arrives" (Tim Fargo).

April 2014 
Read More »»»

Tuesday, February 09, 2016

Australia: There's Nothing Like You..

Keinginan saya menjelajah Benua Australia di tahun 2012 ternyata belum kesampaian. Dalam perjalanan dinas ke Tuban, saya mendapat kabar jika visa saya ditolak dengan alasan kondisi aliran dana di rekening saya yang mencurigakan (hanya ada masuk). Kesalahan saya memberikan rekening koran untuk tabungan yang memang saya gunakan hanya sebagai penyimpanan. Alhasil, saya harus mengikhlaskan tiket Denpasar - Darwin  return...

Dua tahun kemudian, tepatnya April 2014, saya akhirnya berhasil mengunjungi negeri kanguru. Kali ini dengan pilihan rute penerbangan yang berbeda. Saya memilih masuk melalui Sidney, dan kembali melalui Melbourne, dimana kedua penerbangan ini harus transit di Kuala Lumpur. Yup, saya terbang ke Malaysia dulu dan baru ke selatan lagi.. Risiko tiket murah, perjalanan lebih lama tergantung hub penerbangannya.

Sidney.... You're So Fine

Bulan April di Sidney cuaca masih terasa bersabahat bagi tubuh. Dengan suhu di kisaran 10 - 18 derajat Celcius, kaos lengan panjang dan sweater adalah pilihan bijak. Setelah menaruh ransel di Hostel, kami langsung berkeliling Darling Harbour untuk menikmati senja kota ini. Suasana dermaga cukup ramai, banyak deretan kafe dan food stall yang menjajakan aneka pilihan menu.

Tintin & Traveling
Di tengah perjalanan, saya melihat ada seorang pelukis jalanan yang sedang melukis. Lukisannya bergaya seperti fresco yang banyak ditemukan di gereja Eropa. Kalo mau lihat hasil lukisannya silahkan mampir ke instagram @pepegaka. 

Hari kedua, kami mengawali perjalanan dengan mengunjungi Bondi Beach. Alhamdulillah hari cukup cerah dan matahari bersinar terik.  Saya memutuskan memakai celana pendek dan sneaker (saya akhirnya membeli sandal Quicksilver yang sedang diskon disini). Pemandangan di pantai ini sangat indah. Di kejauhan sekililing pantai terlihat deretan rumah dan bangunan yang berjajar rapi. Pasir pantai sangat bersih, dan dibagian luar adalah hamparan rumput hijau yang rapi dan tebal. Sangat menyenangkan untuk berjemur dan sekedar membaca buku sambil mendengarkan musik. 

Sore harinya, kami mengunjungi icon kota ini, Sidney Opera House.. Sebenarnya, kami ingin melihat pertunjukan disini, namun sekali lagi harga tiket menjadi kendala. Akhirnya kami memutuskan berfoto saja sepuasnya dan menikmati makan malam di kafe sekitar gedung. Demi mendapatkan latar belakang Opera House dan Harbour Bridge, kami rela merogoh kocek cukup dalam untuk makan malam. Namun semua worth it..

Hari terakhir di kota ini kami memutuskan mengunjungi Taman  Nasional Torangga, demi mengunjungi Three Sister di Blue Mountain. Pengalaman seru ketika kami harus berjalan naik turun dari Sightseeing Bus yang ternyata hanya kami gunakan  beberapa kali. Adrenalin saya terasa memuncak ketika kami memasuki salah satu dari tiga Three Sister, dengan sedikit melupakan ketakutan saya akan ketinggian. 

Canberra... Capital City of Australia

Perjalanan ke kota ini boleh dibilang penuh perjuangan. Jam 6 pagi, kami harus berlari menuju stasiun untuk mendapatkan bus pertama menuju kota ini. Kenapa? Perjalanan Sidney - Canberra memerlukan waktu 5 jam dengan bus, plus 4 jam dengan kereta api. Rute ini adalah yang paling hemat biaya, dan hanya ada satu trip dalam sehari. Bagi yang berkantong tebal, menggunakan pesawat adalah pilihan bijak.

Canberra dari Puncak Telstar Tower

Perjalanan bus dari Sydney ke Albury (tempat kami berganti kereta) ini cukup menyenangkan. Terutama ketika melalui pedesaan yang penuh hamparan rumput dan beberapa pohon besar, indah sekali. Saking capeknya, saya sampai tertidur. Ketika bangun, ternyata pemandangannya masih sama. Saya mulai merasa aneh. Jalan sangat sepi, tapi mengapa driver melajukan kendaraannya dengan cukup lambat. Ternyata, aturan kecepatan maksimal adalah 60 km/jam. Beda sekali dengan gaya menyetir bus di Indonesia, jalanan macet saja mereka masih memaksa untuk ngebut dan menyalib.

Canberra ini adalah kota kecil yang rapi dan bersih. Orang tidak akan berpikir ini adalah ibukota negara Australia, karena suasananya kotanya yang sangat sepi dibandingkan Sidney. Jam 7 malam jalanan sudah lengang, bahkan terlihat beberapa kanguru yang mulai loncat - loncat di jalan. 

Malam itu, kami menginap di rumah Mas Yudhi, salah seorang staf Kedutaan Indonesia. Kami diajak berkeliling menikmati malam di Kota ini. Meminum kopi di salah satu kafe lokal, Koko Black. Sumpah, kopi disini enak sekali, ditambah udara yang lebih dingin dibanding Sidney. Karena perut masih keroncongan, kami memutuskan membeli Potatoes Gravy di salah satu truck food. Untuk makan malam, kami membeli daging kanguru mentah untuk kami masak di rumah. Daging kanguru memiliki rasa hampir sama dengan daging sapi, hanya teksturnya yang sedikit keras dan tidak berlemak. Nikmat sekali di makan bersama white wine koleksi Mas Yudhi.. Matur suwun mas.

Keesokan harinya,  Mas Yudhi mengajak kami berkeliling kota. Diawali dari Parliament House, Telstar Tower, Australian War Musuem, dan Autralian Museum. Gedung dewan disini dibuka untuk umum, dan katanya warga umum boleh menghadiri ketika ada sidang terbuka. Ruangan sidang ada yang disebut Blue Room dan Pink Room, yang dinamai sesuai warna dominan dikedua ruangan. Dari Telstar Tower, kami bisa menikmati pemandangan Canberra dari atas, meski saat itu angin bertiup cukup kencang. 

Untuk yang menyukai sejarah peperangan dengan aneka barang peninggalannya berupa pesawat temput, tank, dan aneka jenis senjata silahkan mampir ke War Museum. Anda pasti senang sekali. Dengan tergesa gesa, kami berlari memasuki Australian Museum. Sayangnya, museum ini hari itu hanya dibuka sampai dengan pukul 5 sore. Padahal saya senang sekali. Selain gratis, museum ini terbilang memiliki desain yang modern dan futuristik.. Ah, kapan kapan saya akan kembali...

Perjalanan di kota ini diakhiri di Australian National University, tempat beberapa pejabat negara pernah mengenyam pendidikan. Ah, semoga suatu saat saya  bisa mewujudkan mimpi untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri..

Melbourne.. Urban City...

Kami mengira punya waktu dua hari dua malam untuk menjelajahi Melbourne. Setelah mengecek jadwal penerbangan, ternyata kami hanya punya waktu dua hari dan satu malam. Karena waktu yang terbatas, kami memilih menikmati kota ini dengan segera dan berlari - lari.

Hari pertama, kami bertemu dengan Mas Raka di Southern Cross Station. Selanjutnya kami diajak berkeliling di downtown untuk melihat berbagai sudut kota. Kami memutuskan untuk berfoto foto di depan Flinder Station, dan membeli oleh - oleh di jajaran toko souvenir sepanjang jalan. Ternyata pemilik souvenir yang kami singgahi adalah seorang keturunan Vietnam yang dulu pernah menjadi pengungsi yang bermukim di Pulau Galang. Tak ayal sang pemilik mampu berbahasa Indonesia dan bercerita bahwa keluarganya telah mendapatkan suaka di negara ini.


Good Bye Australia...
Karena cukup dingin, kami memutuskan untuk menghangatkan badan dengan sedikit wine di dekat apartemen Mas Raka. Karena cukup lelah, kami putuskan untuk pamit kembali ke Hostel dan beristirahat untuk melanjutkan petualangan keesokan hari.

Keesokan harinya kami mengawali perjalanan dengan mengunjungi Melbourne Musseum yang bisa kami tempuh dengan berjalan kaki dari Hostel. Seperti kebanyakan museum yang kami kunjungi di Australia, bangunan di desain dengan gara minimalis modern. Meneruskan perjalanan, kami berjalan menyusuri pedestrian menuju City Hall. Yang menarik bagi saya adalah desain tempat parkir sepeda yang sangat unik.

Memasuki waktu makan siang, kami menuju ke Victoria Market. Akan tetapi, hari itu adalah hari libur bertepatan dengan salah satu hari besar (kami lupa perayaan apa). Setalah makan siang di kedai Malaysia, kami menaiki Trem menuju Melbourne Aquarium untuk menemui Mas Raka.

Kami diajak memasuki aquarium dan berfoto di pintu keluar, dan semua gratis. Terima kasih mas. Saat di bagian akhir yang menampilkan kolam Penguin, sirine kebakaran berdering. Otomatis seluruh pengunjung diminta untuk keluar. Kata Mas Raka, hal ini biasa terjadi. Entah karena error atau memang ada masalah pada alarm. Begitu sampai luar, terlihat dua buah mobil PMK sudah siaga, meski ternyata tidak ada kebakaran. Beruntung kami sudah selesai berkeliling aquarium.

Kami melanjutkan perjalanan dengan menikmati daerah tepi sungai di dekat Victoria Univesity. Kami memutuskan duduk diatas rumput yang cukup rapi dan indah, yang ternyata adalah rumput sintetis. Ketika hari mulai senja, kami berpindah ke downtown untuk mengunjungi sebuah jalan yang dipenuhi dengan aneka gradity. Tempat yang pas untuk berfoto. Selanjutnya kami menikmati kopi lokal di deretan toko di sebuah gang sempit. Perfect...

Satu obsesi saya yang belum terlaksana di Melbourne adalah mengunjungi toko roti Adriano Zumbo. Dari beberapa sumber di internet, toko kuenya ternyata terletak cukup jauh dari tempat kami menginap. Lain kali mungkin...

Karena harus segera menuju bandara, kami memutuskan untuk berpisah dengan Mas Raka dan kembali ke Hostel untuk mengambil backpack dan menunggu shutlle bus.


Good Bye Australia...


Read More »»»