Saturday, September 03, 2011

Not Another Love Story

Seperti anggapan orang, saya yang sombong ini selalu berpikir hidup saya sudah lengkap. Pekerjaan idaman dengan kesempatan karir menjanjikan, keluarga yang sangat kooperatif, teman-teman yang masih sabar disekeliling saya, S2 yang berjalan sesuai planning awal, dan gaya hidup dengan pembororosan dan jalan-jalan yang menyenangkan.. Satu yang paling saya bahagiakan, memiliki dia, orang yang selalu menjadi sumber senyum saya dan memberi arah sebuah tujuan yang ingin dicapai. Memang, bukan suatu tujuan dengan rute mudah, tetapi sesulit apapun yang dilalui, saya yakin akan mampu. Karena ada dia disamping saya yang senantiasa menguatkan kaki saya ketika lelah melangkah dan mulai putus asa, menjadi pengingat agar mengembalikan saya ke track awal ketika saya tergelincir. Bahkan menjadi tempat dan peredam amarah saya yang terkadang lepas kendali.

Kami memang bukan dua orang yang memiliki kecocokan tinggi, kami juga bukan orang yang saling melengkapi, kami hanya dua orang yang saling menyayangi. Dua orang naïf yang mempunyai mimpi indah bersama, mencoba melakukan penyesuaian yang terkadang berat, menjalani hubungan dengan permasalahan laten dari awal komitmen. Keadaan yang tidak memihak kami dari awal, dan keberuntungan yang semakin mejauh dari kami. Tapi, kami bahagia dengan semua itu. Makan hati, menguras perasaan dan emosi bukan sesuatu yang kami anggap menyakitkan. Itu hanyalah sebuah proses perjalanan yang telah kami ketahui dan siap untuk dihadapi.

Kenyataan berkata lain. Dia lelah menemani saya, dia sudah ragu untuk melanjutkan perjalanan dengan saya dan dia sudah tidak mampu untuk melangkah bersama. Ketidaksempurnaan saya yang tidak mampu memahami keadaannya adalah sebuah riak kecil dengan efek dinamit, dari sesuatu hal kecil, terakumulasi menjadi gelembung besar yang akhirnya meledak. Siap ataupun tidak, saya harus mau menerima kenyataan bahwa dia hanya ingin hidup sepeti dulu, seperti sebelum ada komitmen dengan saya dalam rencana hidupnya. Menghapuskan saya dengan hanya melalui pernyataan bahwa kami teman yang sangat baik dan berharap saya bisa menemukan yang terbaik, tapi bukan dengannya. Dan ini, menghancurkan saya....

Saya tidak akan melakukan pembelaan karena begitu sering mengecewakan dia. Saya juga tidak mau menyalahkan keadaan, kami sudah memutuskan komitmen sejak awal dengan segala buruknya kondisi. Hanya saja, masih susah bagi saya untuk mencerna semua ini..

Ataukah ini karma. Saya pernah berprasangka kurang baik dengan segala anugerah Allah ini. Saya yang pernah mengalami roller coaster kehidupan menyadari bahwa pasti ada jalan naik dan turun. Ketika saya merasa hidup saya sudah lengkap, saya sempat berpikir bahwa keadaan ini tidak wajar, pasti akan ada suatu musibah bagi saya.

Subhanallah, seorang hamba yang seharusnya bersyukur malah mengharapkan datangnya keseimbangan hidup melalui sebuah ujian. Padahal, Allah jua lah yang Maha Pengasih sehingga memberikan kebahagian melimpah untuk saya. Tapi, saya yakin ini adalah cara Allah memberikan apa yang saya butuhkan untuk menjawab doa-doa saya..

Semoga Allah akan memberikan yang terbaik untuk saya, dengan cara-Nya yang tidak melebihi kemampuan saya sebagai manusia. Karena saya percaya, Dia lah yang mampu “membolak-balik” semuanya. Biarlah untuk sekarang saya berjuang, menaklukkan kenyataan dan terutama mengalahkan ego saya sendiri. Toh jalan menuju tujuan tak selamanya sepi, ada banyak ujian dan perangkap di setiap bagiannya..

P.S : Dan akhirnya dia mau menelpon saya, meskipun untuk meminta maaf dan mengutarakan kemantaban tekadnya meninggalkan saya..

“Good bye my love… You will always be my baby…”

2 comments:

Anonymous said...

Everything is gonna be ok.
Man shabarra zhafira.

d3vy said...

selalu ada hikmah disetiap peristiwa :)