Wednesday, March 09, 2011

Penang Story : The Heritage Sites

Perjalanan saya di pulau ini terhitung sangat singkat, tepatnya pada 3 - 5 Maret 2011. Meski singkat, eksplorasi yang saya lakukan terbilang cukup komplit. Sebagian besar obyek dan tempat wisata menarik telah saya sambangi, meski hanya sempat mengabadikan foto, istirahat sejenak sambil membaca peta dan kemudian cabut. Beberapa obyek bahkan hanya saya saksikan dari dalam bus karena banyaknya obyek yang termuat dalam brosur wisata. Bakalan repot kalo saya menuruti untuk mendetailkannya satu-satu, toh beberapa hanya berupa bangunan tempat ibadah yang tidak mungkin sembarangan bisa kita jajaki.


Secara garis besar berdasar wilayah, eksplorasi yang saya lakukan terdiri dari 3 kawasan: Georgetown, Penang Hill (Bukit Bendera) dan Batu Feringgi. Ketiga daerah ini memiliki ciri khas dan daya tarik yang berbeda.

GEORGETOWN

Kawasan kota ini telah ditetapkan sebagai Unesco's World Heritage Sites pada tahun 2008. Dalam brosur disebutkan pulau bahwa Georgetown meraih penghargaan The Most Excelent Unesco Project pada 2000 lalu.

Memang sangat layak kawasan ini menerima predikat tersebut. Di setiap sisi dan sudut berbagai area, nuansa terlihat dipenuhi oleh banguan berarsitektur lama dengan dominasi Eropa. Bangunan-bangunan yang relative baru juga di desain sedemikian rupa sehingga turut memberikan wajah “kuno” pada tata kota.

Tempat peribadatan juga menambah suasana budaya yang kental dimana temple hindu, temple budha, gereja dan masjid mampu membaur dan memberikan daya tarik tambahan. Keharmonisan semacam ini perlu kita apresiasikan dan patut di teladani. Meskipun tidak tahu bagaimana dalam kehidupan nyata kesehariannya, sinergi dalam pengelolaan wisata menunjukkan bahwa toleransi itu ada dan tumbuh dengan baik. Saya membayangkan, sisi sejarah di Tunjungan dan sekitarnya di percantik tanpa make up modern yang jamak dimana-mana. Ampel, Kenjeran, Kya-Kya dan Kawasan Kristus Raja di munculkan secara sinergis sehingga mampu memberikan jati diri pada kawasan kota.. Sparkling Surabaya..

Masyarakat Georgetown sendiri mayoritas terdiri dari etnis Chinesse, Melayu & Hindi. Kehidupan keseharian di kawasan ini memang terasa lebih menonjol dengan kegiatan pariwisata dan pendukungnya, tentunya di luar kehidupan birokrasi dan kantoran. Setiap sudut jalan telah disulap menjadi kedai makan, toko kebutuhan sehari-hari sepeti konter hape, warnet, dan aneka jenis. Tak lupa, di deretan ruko itu terselip hostel atau budget hotel yang memberikan pilihan akomodasi ramah kantong.

Komtar sendiri adalah gedung tertinggi di seluruh Penang yang digunakan sebagai pusat bisnis dan perkantoran. Satu kompleks dengan gedung ini adalah Prangin Mall, Komtar Walk dan Terminal Bus Central Komtar. Penting bagi backpacker baru yang mau menjelajah Penang untuk mempertimbankgan waktu dan jarak ke Komtar untuk estimasi waktu menuju tujuan lain. Maklum, semua bus pasti melalui terminal ini, jadi akan sangat tepat bagi orang yang tidak hapal rute Rapid Penang untuk rela start dari sini.

Saya mengelilingi Georgetown dalam 2 kesempatan, malam hari langsung setelah check in hotel dan seharian keesokan harinya. Malam hari saya mengelilingi kawasan sekitar hotel di seputaran Jalan Burmah dan Penang.

Kehidupan malam di kawasan ini relatif sunyi, hanya dipenuhi oleh kedai makanan dan orang nongkrong. Beberapa wanita asli dan jadi-jadian juga nampak digandeng oleh pasangannya.. Ha3x.. Secara umum, kehidupan malam di kawasan ini adalah sepi… Meski di sediakan juga tempat karaoke dan hiburan malam lainnya, para dugem mania ini cukup sopan dan tidak terlihat mata.. Ato saya yang tidak melihatnya.. ha3x..

Keesokan harinya, setelah teman berangkat ke bandara untuk malanjutkan perjalanan, saya memulai observas. Saya start dari Jetty, di awali dengan mencoba ferry gratis ke Buterworth yang berada di kawasan Malaysia daratan. Fery penyeberangan ini free of charge, tetapi bayar 1,2 RM saat menyeberang balik.. Saya yang diskusi dengan orang local akhirnya memutuskan untuk langsung kembali menyeberang balik. Saat ini, saya baru mengetahui bahwa Buterworth adalah salah satu area yang dilalui kereta api lintas Negara dari Singapore – Kuala Lumpur sampai dengan Hualampong (Bangkok). Suatu tantangan bagi saya untuk mencobanya.

Setelah sampai kembali ke Jetty, saya berjalan kaki mengelilingi Georgetown. Mulai berjalan kekanan dari Tanjung City Marina, Church Street Pier, Bangunan Dewan Perniagaan sampai dengan Queen Victoria Memorial Clock Tower di Pesara King Edward. Di jalan ini saya juga melihat sebuah kapal pesiar besar bersandar. Seperti tertulis pada badannya, kapal ini melayani pelayaran ke Langkawi. Ah, saya jadi teringat impian saya untuk menaiki kapal pesiar sekelas Titanic. Obsesi tak tahu diri...

Dari sini saya memutuskan untuk mampir ke kawasan tepi pantai yang diberi nama Esplanade, dengan menyebrangi alun-alun yang berdekatan dengan Padang Kota Lama. Di sisi alun-alun terdapat berbagai kantor pemerintahan kota seperti Dewan Undangan Negeri, Town Hall, Pusat Bayaran Setempat, City Hall, Bank Negara dan masih banyak lagi. Saya hanya tersenyum dan menebak nebak kantor apakah itu, tentu karena perbedaan kosakata kita dengan mereka. Termasuk saya masih bingung dengan sebuah papan pengumuman bertuliskan kata BANCI yang besar.. Apakah kiranya maknanya ??

Belok kiri saya memasuki Jalan Kapitan Keling. Kenapa belok kiri ? Karena Belok Kanan : Barcelona.. Ha3x..skip saja.. Jalan ini memiliki cabang jalan lain yang banyak banget. Saya memutuskan untuk fokus lurus ke depan dan menemukan St. George’s Church, Lim Kongsi Clan Temple, Sri Mahamariamman Temple dan Masjid Kapitan Keling.

Setelah istirahat sebentar dan suprising discusion dengan Mr.Switzerland, saya melanjutkan perjalanan balik ke Komtar. Melalui jalan yang sepi dan panas, saya mendapati George Town World Heritage Inc yang merupakan pihak yang berwenang & bertanggungjawab dalam pemeliharan, pembinaan dan pengembangan seluruh kawasan budaya ini.

Saya merasa, para anggota dewan kita yang terhormat dan anggota lembaga kementrian yang mengurusi budaya dan pariwisata sangat pantas dan harus untuk study banding kesini. Tak perlulah ke Eropa dan tak harus malu.. Bealajar bagaimana mengembangkan pariwisata dengan prinsip melestarikan budaya. Jangan lupa, based on community sehingga masyarakat menjadi bagian dan merasakan manfaatnya pula.

GURNEY DRIVE

Sore harinya saya memutuskan untuk jalan-jalan dan mencari makan malam di kawasan Gurney. Tepat saat saya menunggu bus, si CAT (Central Area Transit) Free Bus lewat. Segera saja jiwa gratisan ini tidak terima jika tidak merasakan fasilitas yang tidak bayar begini. Ternyata di dalam banyak juga penumpangnya, para bule backpacker dan warga local. Rute yang dilalui bus ini juga seperti ular, saya bisa puas menikmati aktivitas sore hari dengan suasana sejuk nan mengantuk.

Sampe di Jetty, saya berencana langsung mencari bus ke Gurney. Setelah baca peta, ternyata semua bus kesana (T10, 101, 103 & 104) akan melewati Komtar.

Dengan pertimbangan bus masih kosong dan tiket yang akan lebih murah, saya kembali masuk ke bus gratis lain yang kembali ke Komtar. Ha3x.. Makin nikmat, karena rute baliknya agak berbeda, denga melewati area Little India di Lebuh Chulia yang belum saya singgahi. Gratisan membawa nikmat..

Begitu bus 101 masuk, segera saya memilihnya. Sedikit kesalahan yang memaksa saya harus olahraga jalan cepat menuju Gurney Plaza karena rute bus ini tidak tepat melaluinya (ada untungnya saya tanya ke driver). Plaza ini tak lebih bagus dari Galaxy Mall, namun tenant yang disediakan sekelas TP3, branded area. So, saya hanya melaluinya untuk menerobos menuju Gurney Drive Market. Tempat makan yang ramai di tepi pantai dengan hidangan halan dan non halal, dimana saya menemukan Pasembur.

Di dekat pasar makanan ini, saya menemukan halte bus. Tapi karena bosan menunggu dan sepi diantara antrian taxi, saya memutuskan untuk jalan kembali di tempat saya tadi turun sambil membakar lemak.

TUKONG ULAR

Sedikit tambahan cerita. Pagi hari itu, saya mendapat sedikit bonus tebengan taxi teman saya yang menuju bandara. Setelah memaksa sopir taxi yang mencoba membodohi kami lagi, saya nekat minta diturunkan dalam perjalanan menuju bandara. Ho3x... Ngapain coba ikut ke bandara dulu dan balik lagi, kalo tempat tujuan saya hanya perlu menyeberang jalan.. Buang waktu dan pastinya buang duit...

Masih sepi ketika saya sampai di kuil ini. Sempat bingung saya dengan maksut penamaan tempat ini.. Ha3x.. Ternyata hanya kuil biasa yang memiliki koleksi beberapa jenis ular yang bisa di ajak berfoto bersama, dengan membayar Ringgit tentunya.. Haduh... Segera saja saya jepret - jepret sendiri sang ular yang lagi di sewa pasangan bule, meski sang pawang berusaha menghalangi saya yang memfoto gratisan ini.. So what... :p

To be continued...... Penang Hill & Batu Feringgi

4 comments:

Unknown said...

ampuun mupeeenggg...
#TepukJidatSambilMenyekaKeringat

Half Traveler said...

Satu yang saya takutkan, saya jatuh cinta dengannya.. :p

winda said...

Makasih mas buat sharing info nya..
Kebetulan minggu depan mw jalan ke Penang, buat nambah2in isi kitab suci perjalanan..hehe :D

Half Traveler said...

Sama - sama. Happy traveling..