Thursday, May 03, 2012

Myanmar Here We Come....

Yeahh... Ini pertama kalinya saya backpacker-an bersama dengan backpacker yang sebelumnya hanya kenal di milis backpacker.  Terhitung 9 bulan lebih sejak booking tiket bulan Juli tahun lalu, kami yang hanya bertiga berhasil melalui perjalanan menarik pada 22 - 27 April lalu meski dengan beberapa perubahan rencana dan peserta. Bagi saya sendiri, petualangan ini benar - benar memberi sudut pandang dan banyak pengalaman baru mengenai traveling... Mingalaba Bang Fery dan Tante Alvie...


Persiapan

Kali ini persiapan benar - benar berbeda. Apabila biasanya disibukkan dengan rutinitas menyusun itenary, booking akomodasi, menentukan destinasi, transportasi, dan estimasi biaya, sekarang bisa santai tanpa itu semua dan hanya ribet mengenai visa dan penukaran mata uang. Maklum, kali ini tour leader kami percayakan kepada Bang Fery yang lebih kompeten dan senior.. Ha3x..

Mengurus visa ternyata memang ribet. Selain memang setiap kedutaan meminta persyaratan tertentu yang berbeda, kenyataan bahwa semua embassy ngumpul di ibukota sono ya mau dikatakan apa lagi. Untuk Myanmar, surat keterangan bekerja harus mencantumkan bahwa kita datang untuk tujuan tourism.

Dengan pertimbangan kesibukan dan biaya, pilihan mengurus visa melalui travel agent lebih menguntungkan dan bebas risiko. Sempat agak terhambat karena biro bilang tidak perlu urus visa, sudah bisa VOA. Tapi, menuruti saran - saran para traveler sebelumnya, saya merayu biro untuk tetap menguruskan.. He3x.. Thanks untuk Mas Ipul dari Genta Tours Surabaya.

Kalo valas gak terlalu bermasalah sih, hanya karena Myanmar Kyat tidak dijual di Indonesia (katanya tidak dijual di luar Myanmar) kita akan kena biaya selisih kurs lebih banyak karena harus tukar USD dulu baru nanti disana beli Kyat. Maklum, IDR juga tak dikenal disana.. Kali ini thanks untuk Agan Ende yang ngasih rekomendasi penukaran di Wangi Valas di Ruko RMI. (hiks.. USD lagi mahal....)

Transportasi 

Satu minggu disana kami hanya mampu melakukan perjalanan ke 3 destinasi utama. Yangoon, Mandalay, dan Bagan. Untuk berpindah dari satu kota ke kota lain, kami menggunakan bus.

Bus malam berpenumpang hanya setengah mengantar kami dari Yangon ke Mandalay dengan perjalanan 9 jam, lumayan bisa  tidur telentang menggunakan 4 kursi. He3x.. Sedangkan, perjalanan Mandalay ke Bagan kami tempuh selama 8 jam mulai pagi hingga sore hari . Paling parah adalah Bagan - Yangon yang dilalui 11 jam dengan duduk di kursi plastik tambahan dengan bus penuh sesak, kakek - kakek yang kumat bengeknya dan tante - tante yang muntah melulu.. Ha3x...

Kondisi bus sepadan dengan di Indonesia, namun semua tidak ada toilet nya. Perbedaannya, fasilitas Tipi dan DVD disini benar - benar dimanfaatkan dengan suara yang maksimal. Hadoww, mengganggu tidur bener dah.. Satu kelebihannya, mereka memberikan fasilitas toiletries gratis berupa handuk basah dan sikat gigi beserta odol mini.. Berguna sekaliii..

Untuk city tournya sendiri, kami memilih menggunakan moda yang berbeda. Tempat - tempat menarik di Mandalay kami jajah dengan ojek motor seharian, plus perahu untuk menyebrang sungai  menuju Inwa. Kereta kuda kami pilih ketika mengeliling Inwa dan kota tua Bagan, sedangkan Yangoon kami jelajahi dengan jalan kaki dan naik bus.. Wuihh, lengkapppp..


Makanan

Bertiga sepakat, makanan favorit kami adalah Fried Rice w/ vegetables. Makanan terenak kami adalah berupa nasi goreng yang kami santap ketika sarapan di depan pintu pagoda menuju Mandalay Hill.. Mantab bener.... Selain karena mencari halal, bisa dibilang Myanmar belum punya signature dish yang fenomenal.

Kami pernah mencoba menu Myanmar Set, dan hasilnya belum cocok dengan lidah kami... He3x...  Maklum selera orang beda - beda.. Yang menonjol dari makanan Burma adalah rasa asam... Selebihnya, saya sendiri merasa harus menggunakan paksaan untuk menghabiskan makan...

Untuk cemilan, terus terang kami membatasi diri membeli penganan pinggir jalan dikarenakan 2 hal utama. Pertama adalah masakah hygiene yang tidak terjamin dimana makanan dibiarkan terbuka tanpa penutup. Memang kami tidak melihat lalat, tapi debu dan keramaian tetap meragukan..  Kedua, kami memiliki uang terbatas..

Unique 

Dalam perjalanan dari bandara ke kota, kami merasa sangat surprise dengan posisi taxi yang di kanan jalan yang berbeda dengan dengan negara kita. Surprise karena posisi sopir juga di kanan mobil. Kami membayangkan betapa berbahayanya ketika menyalip melalui sebelah kiri, tentu saja pandangan sopir akan sedikit terganggu.

Dalam bus, kami melihat pemandangan bapak - bapak bersarung. Hmmm... mungkin pulang dari mana gitu... Dan ternyata, semua laki - laki disana memang masih umum menggunakan sarung di manapun dan kapanpun. Dari pertunjukan Moustache Brothers, kami mengetahui bahwa panjang sarung dan cara melilitkan sarung di pinggang itu berbeda - beda, ada untuk Raja, Pangeran, Rakyat dan Wanita..

Selain Sarung, kebiasan kuno yang masih terlihat dimana - mana adalah menyirih.. Lihat saja dipinggir jalan, pedagang sirih lebih banyak daripada pedagang gorengan. Kebiasan meludah sembarangan membuat beberapa area penuh dengan warna merah sirih.. Untungnya, di berbagai tempat disediakan galon air minum gratis yang selalu terisi air, meski gelas seng nya hanya satu untuk sejuta umat. Xixxixixi...

Untuk jaringan selular, sejak berangkat kami sudah tahu dan pasrah bahwa kami tidak bisa mendapatkan network untuk internet dan wifi. Kartu yang di terima disana hanya Telkomsel, itupun hanya bisa nerima, untuk outgoing ya nihil... Mau beli perdana, mahal euyy, sekitar 20 USD an belum termasuk pulsa. Belum lagi, mencari konter disana seperti mencari tumpukan jarum dalam jerami.. Jarangg.... Eh, tapi saya sempat lihat billboard iklan ipad 3.. Kebayang yang beli pasti bener - bener butuh, bukan untuk gaya - gayaan...

Selain konter selular yang jarang, peluang bisnis yang menjanjikan adalah money changer. Bayangkan, kami menukar dollar selalu di penginapan.. Beberapa pedagang maupun sopir bisa menjadi calo penukaran, tapi ratenya terjungkal bebas.. Tiap kawasan pun beda rate, di Mandalay kapi mendapat 800 Kyat/Dollar. Sedangkan di Bagan dan Yangoon kami hanya mendapat 770 dan 790 Kyat/Dollar. Nilai itupun untuk pecahan 100 USD, pecahan kecil akan mendapat rate yang lebih rendah..

Di tengah cuaca yang panas, orang Burmese baik pria dan wanita selallu nampak menggunakan bedak dingin. Awalnya saya pikir terbuat dari tepung beras seperti disini, ternyata eh ternyata berasal dari kulit kayu Thanaka.. Fungsinya selain melindungi dari terik panas adalah untuk memperhalus kulit.. Sayang, saya tidak mencoba sendiri pipi hasil perawatan Thanaka ini.. Takut digampar.. Ha3x.. Tapi, iklan produk kecantikan modern juga meraja lela, salah satunya Laudya Cinthya Bella yang banyak terpampang di Mandalay..

End... 

Dalam segudang keterbatannnya, Myanmar menyimpan sejuta pesona yang belum terasah. Jika  pemilihan umum kemarin dan nanti mampu memilih pemimpin yang benar - benar berjuang untuk negaranya, saya yakin negara ini akan mampu menjadi kekuatan besar dalam pariwisata Asia Tenggara. Semoga Indonesia juga...

Where we go we don't need roads, Where we stop nobody knows....
Continued : Mandalay, Bagan, Yangoon

2 comments:

Alid Abdul said...

wah saya jadi ngiler neh, btw ngurus visanya berapa om lewat travel agent, maklum saya posisinya gak di Jakarta jadi susah kan klo harus ke Kedutaan :(

SG Wahono said...

Saya urus via travel agent di Surabaya kena ongkos 400 rb bro.. Kalo resmi 250 rb an, jadi daripada bolak balik jkt.. He3x.. tapi katanya skrg bisa pake E-visa.. cona masuk ke situs Myanmar embassy..