Thursday, January 13, 2011

Januari di Kota Dili..

Menderu ombakmu menabuh pantai.. kala tatap matamu sapa jiwaku.. Membiru lautmu memeluk pasir.. kala harum nafasmu sebut namaku..
Januari di kota dili..
kian hangat dalam ingatan.. nantikanlah aku kembali.. tuk menjemput cintamu--
-------------------------------------------------------------

Hmmm.. entah kenapa tiba-tiba saya teringat lagu ini. Segera saja saya sambangi 4shared dan menginsertnya ke itunes.. Mendengarkan kembali lagu ini menimbulkan
sesuatu yang menyesakkan dada saya. Ada perasaan yang mengganjal.. Angan saya langsung melayang kembali pada masa iakhir 90an. Bukan tentang dua biduk yang telah berlabuh di satu dermaga cinta.. Ha3x.. Saya masih terlalu kecil saat itu untuk berkutat dengan masalah biru cinta.. xixixixixix. Dalam nada, saya seperti dapat membayangkan keindahan kota Dili..

Muncul perasaan sesak ketika mengingat Dili. Terbayang kembali pada 1999 ketika ramai tentang sengketa yang berakhir dengan lepasnya propinsi termuda ini (saat itu nomer 27). Inilah salah satu momen awal dimana saya merasakan terkoyaknya kedaulatan Nusantara. Kenapa saya bilang awal, karena dalam ingatan saya, ada 2 peristiwa robeknya keutuhan bangsa ini (semoga memang hanya ini).

REFERENDUM TIMOR TIMUR

Timor Timur merupakan sebuah wilayah bekas koloni portugis yang dianeksasi oleh militer Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah menjadi bagian Indonesia antara 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999. Kala itu provinsi ini merupakan provinsi Indonesia yang ke-27. Timor Timur berintegrasi dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah dijajah selama 450 tahun oleh Portugal. Wilayah provinsi ini meliputi bagian timur pulau Timor, pulau Kambing atau Atauro, pulau Jaco dan sebuah eksklave di Timor Barat yang dikelilingi oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Timor_Timur)


Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia.

Antara waktu referendum sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini.

Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste dengan sokongan luar biasa dari PBB. Ekonomi berubah total setelah PBB mengurangi misinya secara drastis.
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Timor_Leste)

LEPASNYA SIPADAN & LIGITAN

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar ini. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda.

Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.[1] [2] [3]Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya[4].

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[8] [9] kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan)

------------------------------------------------

Sejak dulu saya tidak suka dengan politik. Bagi saya politik identik dengan kehausan akan kekuasaan, yang terkadang diikuti matinya hati nurani. Apakah pernah mereka membayangkan, bagaimana perasaan mereka yang kehilangan orang tua, keluarga, sodara dan handai taulan. Terlebih perasaan mereka yang melihat orang yang mereka cintai terkapar dan pergi meninggalkan mereka. Selamanya perang, antar negara, bangsa, suku atau golongan tidak akan memberikan kemenangan, hanya kehancuran yang ada..

"Semoga harmoni keindahan Nusantara akan selalu mengalun.. Tanpa ada lagi bagian yang lepas dan hilang"

No comments: